- Sunda Banten (Rangkas bitung): "Teh Eka, maneh arek hakan teu?"
- Sunda Priangan: "Teh Eka, badé tuang heula?"
- Bahasa Indonesia: "(Kak) Eka, mau makan tidak?"
Ketika sedang berbelanja:
- Sunda Banten (Rangkas bitung): "Lamun ieu dangdeur na sabarahaan mang? Tong mahal jasa."
- Sunda Priangan: "Dupi ieu sampeu sabarahaan mang? Teu kénging awis teuing nya"
- Bahasa Indonesia: "Kalau (ini) harga singkongnya berapa bang? Jangan kemahalan."
Ketika sedang menunjuk:
- Sunda Banten (Rangkas bitung): "Eta diditu maranehna orok aing"
- Sunda Priangan: " Eta palih ditu réréncangan abdi. "
- Bahasa Indonesia: "Mereka semua (di sana) adalah teman saya"
Meski berbeda pengucapan dan kalimat, namun bukan
berarti beda bahasa, hanya berbeda dialek.
Berbeda halnya dengan
bahasa Sunda Priangan yang telah terpengaruh dari kerajaan Mataram.
Hal itu yang menyebabkan bahasa Sunda Priangan, memiliki beberapa
tingakatan.
Sementara bahasa Sunda Banten, tidak memiliki
tingkatan. Penutur aktif bahasa Sunda Banten saat ini, contohnya
adalah orang-orang Sunda yang tinggal di daerah Banten bagian
selatan (Pandeglang, Lebak).
Sementara masyarakat tradisional
pengguna dialek ini adalah suku Baduy di Kabupaten Lebak.
Sementara wilayah Utara Banten, seperti Serang, umumnya menggunakan bahasa campuran (multi-bilingual) antara bahasa Sunda dan Jawa.